Oleh: Sulthon Sulaiman
(Kepala MTsN 4 Denanyar Jombang)
Rabu, 15 Oktober 2025, menjadi sebuah titik penting dalam perjalanan kami menuju peningkatan mutu pendidikan di MTsN 4 Denanyar. Di ruang rapat yang biasanya dipenuhi agenda administratif, hari ini kami mengawali sebuah perjalanan yang lebih substantif: rapat perdana Tim Penilaian Kinerja Guru (PKG) tahun 2025.
Sebagai kepala madrasah, saya memandang momen ini bukan sekadar memenuhi kewajiban formal, melainkan sebagai komitmen untuk membangun ekosistem pendidikan yang menghargai proses pertumbuhan setiap pendidik.
PKG yang Memanusiakan: Dari Penilaian ke Pembelajaran
Dalam sambutan pembuka, saya menegaskan bahwa filosofi PKG di madrasah kami harus bergeser dari sekadar administratif menuju substansial. PKG bukan tentang mencari kesalahan, melainkan tentang menemukan potensi. Bukan tentang menilai siapa yang terhebat, melainkan tentang mengajak semua guru untuk bertumbuh bersama.
“Melalui PKG, kita tidak sedang menilai siapa yang paling hebat, tetapi mengajak semua guru untuk tumbuh bersama. Setiap guru punya potensi yang bisa dikembangkan, dan tugas kita sebagai tim adalah memastikan potensi itu tersalurkan demi kemajuan madrasah.”
Pernyataan ini saya sampaikan dengan kesadaran penuh bahwa di balik setiap angka kredit, ada cerita tentang seorang guru yang berjuang menghadapi dinamika kelas, seorang pendidik yang berusaha memahami karakteristik unik setiap siswa, dan seorang manusia yang terus belajar menjadi versi terbaik dari dirinya.
Tim PKG: Bukan Hakim, Tapi Teman Seperjalanan
Pemilihan anggota tim PKG kami lakukan dengan pertimbangan matang. Bukan senioritas semata yang menjadi patokan, melainkan keteladanan, kompetensi profesional, dan yang terpenting—kemampuan untuk menjadi reflektor yang jujur bagi rekan sejawat.
Ibu Hj. Sumiasih, sebagai Ketua Tim PKG, menekankan pentingnya sinergi antara penilai dan yang dinilai. Instrumen PKG bukanlah daftar tilik untuk menghakimi, melainkan peta jalan untuk menemukan area pengembangan bersama. Pendekatan kami adalah “Critical Friend”—teman yang peduli namun jujur, supportive namun objektif.
Holistik dalam Aksi: Integrasi PKG dan Supervisi Pembelajaran
Pak Reno Junaedi, Waka Kurikulum, menyampaikan insight penting tentang efisiensi dan efektivitas proses penilaian. Dengan mengintegrasikan PKG dan supervisi pembelajaran, kami tidak hanya menghemat waktu, tetapi juga mendapatkan gambaran yang lebih utuh tentang kompetensi seorang guru.
“Berdasarkan instrumen yang baru, sekali mendayung dua pulau terlampaui. Sekali kerja, kita bisa memperoleh dua hasil: nilai PKG dan supervisi pembelajaran. Tapi kuncinya tetap sama — objektivitas dan profesionalitas.”
Integrasi ini memungkinkan kami melihat kinerja guru secara multidimensional: tidak hanya dari dokumen perencanaan, tetapi juga dari praktik nyata di kelas, tidak hanya dari hasil akhir, tetapi juga dari proses pembelajaran.
PKG Holistik: Melihat yang Tak Terlihat
Apa yang membedakan pendekatan kami? Kami menyebutnya “holistic performance assessment”—sebuah pendekatan yang menilai tidak hanya apa yang dilakukan guru, tetapi juga bagaimana guru bertumbuh, belajar, dan memberi dampak positif bagi peserta didik.
Kami menilai tidak hanya kompetensi pedagogik dan profesional, tetapi juga kontribusi terhadap iklim akademik madrasah, kolaborasi dengan rekan sejawat, dan yang terpenting—keteladanan sebagai pendidik. Seorang guru yang mampu membangun karakter kuat pada siswa dinilai sama berharganya dengan guru yang menghasilkan nilai akademik gemilang.
Refleksi Akhir: Madrasah Bermutu Lahir dari Guru yang Bertumbuh
Di akhir rapat, saya menyampaikan keyakinan bahwa madrasah bermutu tidak dihasilkan oleh gedung megah atau fasilitas lengkap semata. Madrasah bermutu lahir dari guru-guru yang terus bertumbuh, yang tidak berpuas diri dengan kompetensi yang ada, yang selalu haus akan perbaikan.
PKG holistik yang kami bangun ini adalah komitmen untuk menciptakan ruang aman bagi setiap guru untuk melakukan refleksi, menerima umpan balik, dan merancang rencana pengembangan diri. Hasil akhir yang kami harapkan bukan sekadar angka kredit untuk kenaikan pangkat, melainkan peningkatan nyata dalam kualitas pembelajaran.
“Jika kita bekerja dengan niat memperbaiki mutu madrasah, hasilnya bukan sekadar angka kredit, tapi keberkahan dan kemajuan nyata bagi pendidikan.”
Pernyataan penutup saya itu bukan sekadar retorika. Itu adalah keyakinan mendalam yang menjadi fondasi setiap kebijakan kami. Di MTsN 4 Denanyar, kami sedang membangun bukan hanya sistem penilaian yang baik, tetapi budaya profesionalisme yang menghargai pertumbuhan berkelanjutan.
Karena pada akhirnya, guru yang bertumbuh akan melahirkan generasi yang terus bertumbuh. Dan dari ruang rapat kecil ini, semangat itu mulai menyebar—satu guru, satu kelas, satu perubahan pada suatu waktu.
0 Comments