Mukadimah: Kemudahan dalam Kesempurnaan Ibadah
Pernikahan adalah momen sakral yang menggabungkan dua hati dalam ikatan suci. Di tengah kemeriahan dan kesibukan acara, sering muncul pertanyaan: bagaimana melaksanakan kewajiban shalat tepat waktu tanpa mengganggu rangkaian acara? Inilah keindahan syariat Islam yang memahami realita manusia.
الأَصْلُ فِي الْعِبَادَاتِ التَّوْقِيفُ
“Hukum asal ibadah adalah mengikuti dalil”
Prinsip dasar ini mengingatkan kita bahwa setiap ibadah harus bersumber dari tuntunan yang jelas. Namun, syariat juga memberikan keringanan (rukhshah) dalam kondisi tertentu.
Jamak vs Qashar: Memahami Perbedaan Mendasar
Dalam kitab Fathul Qorib, dijelaskan perbedaan mendasar antara jamak dan qashar:
الْجَمْعُ وَالْقَصْرُ رُخْصَتَانِ
“Jamak dan qashar adalah dua keringanan”
أَمَّا الْقَصْرُ فَاخْتِصَاصُهُ بِالسَّفَرِ
“Adapun qashar kekhususannya untuk safar”
Inilah jawaban mengapa dalam acara pernikahan, jamak diperbolehkan sementara qashar tidak. Qashar terkait dengan kondisi perjalanan, sedangkan jamak memiliki cakupan lebih luas.
المشقة تجلب التيسير
“Kesulitan mendatangkan kemudahan”
Kaidah fiqih ini menjadi landasan utama kebolehan jamak untuk pengantin. Kondisi khusus pengantin perempuan yang telah bersusah payah merias diri dan mengenakan pakaian pengantin yang tidak praktis merupakan bentuk musyaqqah (kesulitan) yang diakui syariat.
Landasan Hukum dari Kitab Kuning
Beberapa ulama ternama memberikan pandangan tentang hal ini:
فَائِدَةٌ: لَنَا قَوْلٌ بِجَوَازِ الْجَمْعِ فِي السَّفَرِ الْقَصِيرِ
“Faedah: Kami memiliki pendapat yang membolehkan jamak dalam perjalanan singkat”
Pendapat ini dipilih oleh Al-Bandaniji dan dikuatkan oleh penjelasan dalam Syarah Muslim. Bahkan Al-Khattabi meriwayatkan dari Abu Ishaq tentang bolehnya jamak di tempat tinggal karena kebutuhan.
وَحَكَى الْخَطَّابِيُّ عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ جَوَازَهُ فِي الْحَضَرِ لِلْحَاجَةِ
“Al-Khattabi meriwayatkan dari Abu Ishaq tentang kebolehannya di tempat tinggal karena hajat”
Ini diperkuat oleh Ibnu al-Mundzir dalam kitab al-Qala’id. Kebutuhan (hajah) dalam pernikahan diakui sebagai alasan yang membolehkan jamak.
الضَّرُورَاتُ تُبِيحُ الْمَحْظُورَاتِ
“Kebutuhan yang mendesak membolehkan hal-hal yang dilarang”
Meskipun kaidah ini biasanya untuk hal yang lebih darurat, tetapi menunjukkan prinsip bahwa syariat memahami kondisi khusus manusia.
Kondisi Khusus Pengantin Perempuan
Buya Yahya menegaskan bahwa fokus kebolehan ini terutama untuk pengantin perempuan karena alasan praktis:
إِذَا اشْتَغَلَتِ الْمَرْأَةُ بِنَحْوِ مَجْلِسِ النِّسَاءِ
“Apabila seorang wanita sibuk dengan semisal majelis perempuan”
Seperti dalam nukilan tentang Syaikh Abdullah Haddad yang memerintahkan sebagian putrinya untuk mengakhirkan Zhuhur ke waktu Ashar ketika sibuk dengan majelis perempuan. Ini menunjukkan pengakuan terhadap kesibukan khusus perempuan.
Batasan dan Ketentuan Penting
يَجُوزُ بِشُرُوطٍ
“Diperbolehkan dengan beberapa syarat”
- Khusus untuk Pengantin: Terutama mempelai perempuan
لِلْعَرُوسَيْنِ خُصُوصًا الْعَرُوسَةُ - Tidak Dijadikan Kebiasaan
لَا يُتَّخَذُ عَادَةً - Niat yang Benar
بِنِيَّةِ الْقُرْبَةِ إِلَى اللهِ
Refleksi Makna: Rahmat Islam yang Menyentuh
مَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ
“Dia tidak menjadikan kesulitan bagimu dalam agama”* (QS. Al-Hajj: 78)
Ayat ini mengingatkan kita bahwa Islam datang sebagai rahmat, bukan beban. Keringanan jamak dalam pernikahan adalah bukti nyata bahwa syariat memahami momen-momen penting dalam kehidupan manusia.
الْعُرُوسُ فِي شُغُلٍ شَاغِلٍ
“Pengantin sedang dalam kesibukan yang sangat”*
Kondisi pengantin yang sedang diliputi kebahagiaan dan kesibukan acara diakui sebagai keadaan yang membutuhkan keringanan.
Penutup: Keseimbangan dalam Beribadah
اتَّقُوا اللهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ
“Bertaqwalah kepada Allah sesuai kemampuanmu”* (QS. At-Taghabun: 16)
Sebagai penutup, marilah kita menyikapi keringanan ini dengan bijak. Bagi yang membutuhkan, gunakanlah dengan penuh rasa syukur. Bagi yang mampu, melaksanakan shalat tepat waktu tetap lebih utama.
Semoga pernikahan yang dilaksanakan tidak hanya menjadi momen bahagia di dunia, tetapi juga menjadi ibadah yang membawa berkah hingga akhirat.
وَآخِرُ دَعْوَاهُمْ أَنِ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Ditulis oleh: Sulthon S. & H. Moh. Yazid
0 Comments