Oleh : Sulthon Sulaiman
Jombang – Komitmen menciptakan lingkungan pendidikan yang manusiawi dan ramah anak tidak berhenti pada deklarasi. Sabtu, 18 Oktober 2025, menjadi saksi transformasi visi menjadi aksi nyata ketika MTsN 4 Jombang menyelenggarakan Workshop Implementasi Pembelajaran Mendalam dan Kurikulum Berbasis Cinta melalui Satuan Pendidikan Ramah Anak (SRA).
Usai deklarasi bersejarah di lapangan, seluruh guru, tenaga kependidikan, dan tamu kehormatan berpindah ke Aula Nyai Hj. Nor Khodijah. Di ruang yang penuh makna ini, mereka memulai perjalanan penting: mengubah paradigma pendidikan dari sekadar transfer ilmu menjadi proses humanis yang memanusiakan.

Pendidikan di Zaman Ketidakpastian: Cinta sebagai Jawaban
Dr. Sulthon Sulaiman, M.Pd.I., Kepala MTsN 4 Jombang sekaligus Ketua KKM, membuka workshop dengan pertanyaan mendasar: “Apa hakikat pendidikan di era ketika pengetahuan tersedia melimpah, tetapi nilai-nilai kemanusiaan justru langka?”
Dalam sambutannya yang menggugah, beliau menawarkan jawaban yang tegas: Kurikulum Berbasis Cinta.
“Kita tidak hanya membutuhkan siswa yang pandai secara akademis, tetapi lebih penting lagi, manusia yang berempati, berpikir kritis, dan berkontribusi nyata bagi kehidupan,” tegasnya. “Kurikulum berbasis cinta adalah jawabannya — cinta kepada Allah, cinta kepada ilmu, cinta kepada sesama, dan cinta kepada lingkungan.”
Konsep ini menjadi fondasi dalam mewujudkan SRA yang tidak sekadar memenuhi administrasi, tetapi benar-benar menghadirkan madrasah sebagai rumah kedua bagi siswa — tempat mereka merasa aman, dihargai, dan bahagia dalam proses belajar.

Kebangkitan Pendidik: Melawan Ketidakramahan dengan Aksi
Nur Khozin, M.Pd.I., Kasi Pendidikan Madrasah Kemenag Jombang, membangkitkan semangat peserta dengan pendekatan yang segar dan inspiratif. Mengutip Surat Al-Muddatsir ayat 1-3, beliau mengajak para pendidik untuk “bangun dari berselimut” dan mengambil peran aktif melawan segala bentuk ketidakramahan terhadap anak.
“Anak-anak adalah amanah dan aset paling berharga. Mereka harus dilayani, dilindungi, dan diberikan hak terbaik tanpa diskriminasi,” tegasnya dengan semangat yang menular.
Dengan gaya komunikasi yang hangat dan relatable, beliau mengingatkan peserta untuk fokus mengikuti workshop. “Jangan sampai ada yang gentayangan — baik pikirannya, hatinya, maupun kakinya,” ujarnya disambut tawa renyah para guru yang memahami betul makna di balik candaan tersebut.

SRA sebagai Manifestasi Rahmatan lil ‘Alamin
Puncak sambutan disampaikan Dr. H. Muhajir, S.Pd., M.Ag., Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Jombang, yang sekaligus membuka workshop secara resmi. Dengan mengutip Surat Al-Anbiya’ ayat 107 tentang konsep rahmatan lil ‘alamin, beliau menempatkan SRA dalam perspektif yang lebih luas dan filosofis.
“Satuan Pendidikan Ramah Anak merupakan manifestasi dari ajaran rahmatan lil ‘alamin,” jelasnya. “Ia menuntut kita untuk menghadirkan wajah pendidikan yang penuh cinta, empati, dan penghargaan terhadap martabat anak-anak.”
Beliau kemudian memaparkan lima pilar SRA yang harus diwujudkan:
- Keamanan fisik dan psikis – bebas dari kekerasan, perundungan, dan hukuman yang merendahkan martabat
- Inklusivitas – menerima keberagaman tanpa diskriminasi
- Partisipasi – melibatkan siswa dalam pengambilan keputusan
- Kesehatan dan kelestarian lingkungan – menumbuhkan kepedulian ekologis
- Keteladanan berbasis cinta – guru sebagai figur kasih, bukan sekadar pengajar
Implementasi Nyata: Menghidupkan Konsep dalam Praktik
Sesi workshop yang dipandu Umi Mahmudah, M.Ed., Fasilitator Nasional SRA, menjadi momen transformatif. Melalui diskusi interaktif, para guru diajak menelusuri esensi pembelajaran mendalam (deep learning) yang tidak hanya mengejar target kurikulum, tetapi menumbuhkan rasa ingin tahu, refleksi kritis, dan empati pada siswa.
“Pembelajaran mendalam bukan tentang materi yang sulit, tetapi tentang proses belajar yang bermakna,” jelas Umi Mahmudah. “Di SRA, setiap anak merasa aman untuk bertanya, berpendapat, dan menjadi dirinya sendiri.”
Workshop ini menghadirkan praktik-praktik konkret bagaimana menerapkan SRA dalam keseharian madrasah:
- Merancang pembelajaran yang menghargai multiple intelligence
- Mengembangkan sistem disiplin positif yang membangun, bukan menghukum
- Menciptakan mekanisme partisipasi siswa yang autentik
- Membangun komunikasi empatik antara guru dan siswa
SRA dan KHA: Menjembatani Hak Anak dengan Praktik Pendidikan
Workshop ini secara cerdas menjembatani konsep SRA dengan Konvensi Hak Anak (KHA) yang menjadi landasan hukumnya. Empat hak dasar anak dalam KHA diimplementasikan dalam praktik nyata:
- Hak Hidup dan Berkembang diwujudkan melalui kurikulum yang memandang anak secara holistik
- Hak Perlindungan dijamin melalui sistem pencegahan dan penanganan kekerasan
- Hak Berpartisipasi diakomodasi melalui forum siswa dan proses pembelajaran dialogis
- Hak Pendidikan dipenuhi melalui lingkungan belajar yang mendukung perkembangan optimal
Madrasah sebagai Rumah Cinta: Visi yang Menjadi Gerakan
Menjelang siang, workshop ditutup dengan refleksi mendalam. Para guru tidak hanya pulang membawa sertifikat, tetapi lebih penting lagi, mereka membawa kesadaran baru tentang makna mendidik.
“Mendidik bukan sekadar profesi, melainkan panggilan jiwa,” ungkap salah satu peserta. “Kita tidak hanya mengajar mata pelajaran, tetapi membimbing manusia.”
Workshop ini menjadi bukti bahwa MTsN 4 Jombang bersama seluruh anggota KKM serius dalam mentransformasi madrasah menjadi rumah cinta — tempat anak-anak merasa aman, dihargai, dan tumbuh bahagia dalam pelukan ilmu dan kasih sayang.
Dari Deklarasi menuju Aksi Berkelanjutan
Perjalanan menuju madrasah ramah anak tidak berakhir di workshop ini. Ini justru menjadi awal dari komitmen berkelanjutan. MTsN 4 Jombang telah menancapkan tonggak penting: pendidikan yang memanusiakan harus dimulai dari cara kita memperlakukan setiap anak dengan hormat dan cinta.
Dalam perspektif yang lebih luas, gerakan ini bukan hanya tentang memenuhi kewajiban administratif, tetapi tentang membangun peradaban pendidikan yang berakar pada kemanusiaan. Sebagaimana pesan terakhir dari acara ini: “Setiap anak adalah cahaya, dan tugas kitalah untuk menjaganya agar tetap menyala, tumbuh terang, dan suatu hari menerangi dunia.”
0 Comments