Oleh. Sulthon Sulaiman
JOMBANG – Bayangkan jika setiap helai plastik bekas bungkus makanan, setiap botol air mineral kosong, dan setiap galon rusak yang biasa kita abaikan, bisa berbicara. Bukan tentang sia-sia, melainkan tentang harapan. Bukan tentang masalah, melainkan tentang solusi. Inilah narasi baru yang sedang dituliskan oleh para siswa, guru, dan seluruh keluarga besar MTsN 4 Denanyar, Jombang.
Pada Sabtu, 11 Oktober 2025, halaman madrasah itu tidak hanya ramai oleh seragam, tetapi juga oleh semangat membara. Mereka bukan hanya menggelar apel, melainka meluncurkan sebuah gerakan transformatif: Gema Sajadah (Gerakan Madrasah Sampah Jadi Sedekah). Sebuah inisiatif yang mengubah paradigma lama tentang sampah, dari sesuatu yang kotor dan tak berguna, menjadi pundi-pundi sedekah yang penuh berkah.
Lebih dari Sekadar Pungut Sampah: Sebuah Revolusi Mental
Dalam amanatnya yang penuh energi, Kepala MTsN 4 Denanyar Jombang, Bapak Sulthon Sulaiman, menekankan bahwa Gema Sajadah adalah soal pola pikir.
“Hari ini kita melaksanakan kegiatan yang sangat bermakna, yaitu GEMA SAJADAH… Sebuah gerakan yang mengajarkan kita bahwa kebersihan dan kepedulian sosial bisa berjalan beriringan. Bahwa dari sampah pun bisa lahir sedekah, dari barang tak terpakai bisa muncul keberkahan bagi sesama,” tegasnya.
Pesan ini menyentuh akar persoalan. Gerakan ini bukan proyek “one-off” yang seremonial. Ini adalah upaya sistematis untuk menanamkan karakter lingkungan dan sosial dalam DNA setiap warga madrasah. Di sini, memilah sampah bukan lagi tugas piket, melainkan bentuk ibadah. Bersedekah tidak lagi dianggap sebagai hak prerogatif orang berlimpah harta, tetapi sebagai kewajiban setiap muslim, dengan cara apa pun, termasuk melalui sampah yang dikelola dengan benar.
Konsep Adiwiyata Holistik: Di Mana Lingkungan, Spiritual, dan Sosial Menyatu
Gema Sajadah adalah pengejawantahan sempurna dari Konsep Adiwiyata Holistik yang dianut MTsN 4 Jombang. Adiwiyata bukan sekadar slogan “sekolah hijau” dengan tanaman yang rindang. Lebih dari itu, ia adalah sebuah ekosistem pendidikan yang terintegrasi.
- Aspek Lingkungan: Aksi bersih-bersih dan pemilahan sampah plastik adalah tindakan nyata mengurangi beban bumi. Siswa diajak untuk melihat langsung dampak dari konsumsi mereka dan bertanggung jawab atas “jejak ekologis” yang mereka tinggalkan.
- Aspek Spiritual: Niat ikhlas dalam memungut dan mengelola sampah diangkat menjadi nilai ibadah. Sampah yang disedekahkan nilainya tidak hanya materiil, tetapi juga spiritual, karena diniatkan untuk membantu sesama.
- Aspek Sosial: Dana yang terkumpul dari penjualan sampah plastik yang telah dipilah akan disalurkan sebagai sedekah. Ini menciptakan siklus kebaikan: kebersihan lingkungan madrasah menghasilkan dana sosial yang bermanfaat bagi masyarakat luar.
Integrasi ketiganya inilah yang membuat program ini begitu powerful. Ia membentuk siswa yang tidak hanya cerdas secara akademis, tetapi juga memiliki Ecological Intelligence (Kecerdasan Ekologis) dan Social Empathy (Empati Sosial).
Aksi Nyata: Keteladanan yang Bergulir dari Pimpinan
Usai apel, teori diubah menjadi aksi. Seluruh siswa dan guru bergerak serentak, menyisir setiap sudut madrasah dan ruang kelas untuk mengumpulkan sampah plastik yang telah mereka pilah sebelumnya. Yang menarik, kepemimpinan ditunjukkan bukan dengan perintah, melainkan dengan keteladanan.
Kepala Madrasah, Bapak Sulthon Sulaiman, secara simbolis dan penuh semangat turun langsung, membawa dua kantong besar berisi sampah plastik dan galon rusak. Tindakan sederhana ini berbicara lebih lantang daripada seribu instruksi. Para guru pun tidak tinggal diam, mereka bahu-membahu dengan siswa, memastikan sampah terkumpul dan tertata rapi untuk disedekahkan. Ini adalah pemandangan yang menggugah: sebuah komunitas yang bergerak bersama untuk tujuan mulia.
Spirit Santri Modern: Mengaji, Peduli Bumi, dan Berinovasi
Gema Sajadah juga merepresentasikan sosok Santri Modern yang ingin dihadirkan oleh MTsN 4 Jombang. Santri masa kini tidak hanya ahli dalam kitab kuning dan mengaji, tetapi juga melek terhadap isu global, termasuk krisis sampah plastik.
Mereka adalah agen perubahan yang mampu membaca tanda zaman. Mereka memahami bahwa merawat bumi adalah bagian dari tugas kekhalifahan manusia di muka bumi. Dengan kreativitas dan niat tulus, mereka mengubah “sesuatu yang kecil” (sampah) menjadi “sumber kebaikan yang besar” (sedekah dan lingkungan bersih). Inilah pribadi muslim yang paripurna: kuat imannya, luas ilmunya, dan peduli terhadap sesama dan alam semesta.
Menuju Keberlanjutan: Dari Gerakan Menjadi Budaya
Tantangan terbesar dari setiap gerakan adalah menjaga sustainabilitasnya. MTsN 4 Jombang sadar betul akan hal ini. Gema Sajadah dirancang bukan sebagai euforia sesaat, melainkan untuk menjadi budaya baru yang berkelanjutan.
Impian besarnya adalah ketika setiap siswa secara otomatis memilah sampah sejak dari rumah, ketika kantong plastik bekas dilihat sebagai “emas sedekah,” dan ketika kepedulian lingkungan telah menjadi habitus sehari-hari. “Dari tangan-tangan kecil yang memungut sampah dengan niat tulus,” seperti tertulis dalam narasi, “lahir perubahan besar.”
Gema yang Harus Bergema
Gema Sajadah di MTsN 4 Denanyar Jombang adalah sebuah cerita sukses mini dalam dunia pendidikan. Ia membuktikan bahwa pendidikan karakter yang efektif adalah yang kontekstual, aplikatif, dan penuh makna. Gerakan ini tidak hanya menyelesaikan masalah sampah di tingkat sekolah, tetapi juga mencetak generasi yang solutif, berempati, dan bertanggung jawab.
Inilah sekolah masa depan: tempat di mana kantong sampah berubah menjadi berkah, dan setiap langkah kecil membersihkan bumi adalah langkah besar menuju ridha Ilahi. Semoga gema kebaikan dari Jombang ini bergema ke seluruh penjuru negeri, menginspirasi lahirnya gerakan-gerakan serupa di mana-mana. Karena sejatinya, menyelamatkan bumi bisa dimulai dari hal yang paling sederhana: memungut sehelai plastik, dengan niat yang tulus.
0 Comments