Di Kampus 3 Putra MTsN 4 Jombang, tepatnya di kelas 8B, siang itu suasana belajar terasa begitu hangat. Dari luar kelas tampak sekelompok siswa duduk rapi, wajah mereka sedikit tegang namun penuh rasa penasaran. Bukan tanpa alasan, hari itu mereka mengikuti kegiatan remidi mata pelajaran Bahasa Indonesia bersama guru mereka, Bu Alifah Rahmawati. Namun remidi yang biasanya dipandang berat, kali ini hadir dalam balutan yang berbeda. Bu Alifah tidak sekadar memberikan soal tambahan atau ceramah panjang lebar. Beliau menyulap remidi menjadi sebuah pertemuan hati, tempat para peserta didik bercermin dan berani berkata jujur pada dirinya sendiri.
Remidi diberikan kepada peserta didik yang belum tuntas dalam Sumatif Akhir Bab Membuat Iklan, Slogan, dan Poster. Daripada langsung menegur atau menumpuk tugas tambahan, Bu Alifah memilih cara penuh makna: setiap siswa diminta menuliskan alasan mengapa nilai mereka belum mampu mencapai KKM.
“Kenapa kemarin nilaimu masih rendah?” tanya Bu Alifah dengan lembut. Seorang siswa perlahan mengangkat tangan, “Saya kurang belajar, Bu, karena lebih banyak main game.” Yang lain menyahut dengan jujur, “Saya terburu-buru mengerjakan soal, jadi banyak salah.” Ada pula yang menunduk malu, lalu berbisik lirih, “Saya suka menunda, Bu. Belajarnya hanya sebentar sebelum ujian.”
Jawaban demi jawaban mengalir tanpa rasa takut. Kelas 8B berubah menjadi ruang refleksi, tempat setiap anak berani menatap kelemahan dirinya tanpa merasa dipermalukan. Mereka menyadari bahwa kegagalan bukanlah akhir, melainkan kesempatan untuk belajar memperbaiki langkah. Tak berhenti di situ, Bu Alifah melanjutkan dengan tantangan yang lebih menyenangkan. “Sekarang, buatlah satu slogan untuk dirimu sendiri. Slogan yang akan jadi penyemangatmu agar lebih rajin belajar dan siap menghadapi ujian berikutnya,” ucapnya penuh semangat.
Seketika ruangan dipenuhi bunyi pena yang menari di atas kertas. Kata demi kata lahir dari hati mereka sendiri. Ada yang menulis “Belajar Hari Ini, Sukses Esok Nanti”, ada yang mencipta “Jangan Takut Gagal, Karena Sukses Menanti di Ujung Jalan”, dan ada pula yang menorehkan “Sedikit Demi Sedikit, Lama-Lama Jadi Bukit Ilmu”.
Setiap slogan dibacakan dengan penuh kebanggaan. Teman-teman lain memberikan tepuk tangan, seakan kata-kata itu bukan hanya untuk penulisnya, melainkan juga untuk seluruh kelas. Kelas 8B seakan menjelma taman kata, tempat motivasi tumbuh subur, menggantikan rasa cemas yang semula membayangi.
Suasana yang awalnya murung berubah menjadi penuh semangat. Para siswa tersenyum lega, bahkan ada yang tertawa ketika menyadari betapa sederhana sebenarnya kunci keberhasilan: ketekunan dan kesungguhan. Remidi tidak lagi dipandang sebagai beban, melainkan hadiah sebuah kesempatan kedua untuk memperbaiki diri.
Bu Alifah menutup kegiatan dengan kalimat yang membekas di hati mereka: “Kalian bukan gagal. Kalian hanya sedang belajar menemukan cara terbaik untuk berhasil. Ingat, nilai hanyalah angka. Tetapi semangat, kejujuran, dan usaha kalian, itulah yang sesungguhnya bernilai.” Kata-kata itu bagai embun yang menyejukkan, menumbuhkan keyakinan bahwa setiap anak bisa bangkit jika mau berusaha.

Hari itu, kelas 8B Kampus 3 Putra menorehkan kisah indah. Remidi bukan sekadar acara pengulangan pelajaran, melainkan perjalanan batin yang menyalakan semangat baru. Anak- anak yang semula ragu kini berani bermimpi. Mereka pulang membawa janji pada diri sendiri: belajar lebih sungguh-sungguh, berani mencoba lagi, dan pantang menyerah. Remidi ini menjadi bukti bahwa pendidikan sejati bukan hanya soal mengajar, melainkan juga mendidik hati. Bu Alifah Rahmawati, dengan kesabaran dan kreativitasnya, berhasil menjadikan momen sederhana sebagai pelajaran berharga yang akan diingat siswa dalam perjalanan mereka menuju masa depan. Dari kelas 8B Kampus 3 Putra, kita belajar satu hal: bahwa setiap kegagalan bisa berubah menjadi cahaya, jika dibimbing dengan kasih sayang dan diberi ruang untuk tumbuh.
0 Comments